foto:www.cantuoggi.it |
Donald Trump, si tua-tua keladi, makin tua makin kemaki. Si Tua bangka yang lebih pantes merenung dan melakukan penebusan dosa kegereja malah bikin polah yang bikin orang-orang di seantero dunia geregetan. Seolah-olah pengin narsis, dia malah bikin kebijakan-kebijakan kontol-sial, #eh kontroversial. Kebijakan yang dia bikin menurut sebagian orang mengada-ada dan malah bisa nambah citra buruk Amerika di mata dunia, udahlah dituduh kapitalis-eksploitatif ditambah rasis pula.
Gimana gak bikin geger, baru aja dilantik, dia mewacanakan mau bikin tembok pembatas perbatasan AS-Meksiko. Terus dia bikin kebijakan melarang pengungsi-pengungis dari timur tengah dateng ke Amerika, karena takut ada gangguan terorisme seperti 9/11. Apalagi pengungsi-pengungsi yang dilarang dateng ke Amerika itu mereka yang berasal dari negara lawan politik AS seperti Iran, Suriah, Libya, Iraq, Afganistan, Pakistan, dan Lebanon. Sedangkan Arab Saudi dan negara teluk gak kena larangan itu, padahal kalo diinget-inget, pelaku teror 9/11 itu Ossama Bin Laden yang berkewarganegaraan Arab Saudi.
Biarpun begitu, saya gak bisa nganggep Trump itu orang yang egois atau kejam dan keji. Dia cuman pengin narsis aja dengan segudang kelakuan kontroversialnya. Lebih dari itu saya menilai Trump cuman pengen nepatin janji-janji kampanye dia waktu masih nyapres dulu. Dan karena janji-janji itulah justru tua-tua keladi ini kepilih jadi presiden. Wajar kan kalo orang cuman mau nepatin janji… coba browsing lagi deh kampanyenya trump sewaktu masih jadi capres.
Trump dan pemimpin-pemimpin di AS beda dengan presiden, Gubernur, Bupati, atau Lurah di Indonesia yang janji kampanyenya gampang angus. Para calon pemimpin kita kalo kampanye janjinya muluk-muluk sampe-sampe masyarakat bingung sama janji yang mereka kasih. Malahan ada calon gubernur yang takut ngasih janji malah dia cuman bicara seolah-olah jadi motivator kayak Mario Teguh. Orang Amerika mah sederhana, Janji apa yang paling mungkin dia lakukan dan menyentuh aspirasi masyarakatnya. Ngeritik orang lain boleh, tapi harus nepatin janjinya sendiri… begitu prinsip kampanye calon pemimpin di Amerika.
Kultur politik AS itu aspirasional bukan transaksional. Bukannya saya mengagung-agungkan politik AS, wajar aja kalo warga AS gak butuh “sumbangan” buat nyoblos calon, wong pendapatan perkapita mereka udah di atas $10.000 per tahun yang menurut teori ekonomi pendapatan sebanyak itu udah turah-turah buat nyukupin kebutuhan standar hidup setahun. Bicara soal sistem birokrasi negara dan konstitusinya juga udah mapan, dalam kurun waktu 50 tahun belakangan AS belum pernah mem-PK satu undang-undang pun. Maka, bagi warga AS, mereka udah gak nuntut kesejahteraan atau perubahan sistem kenegaraan. Yang mereka butuhkan dari seorang pemimpin ya kebijakan yang mewakili kebutuhan prestis, kebutuhan untuk pamer, atau kebutuhan untuk melambungkan rasa bangga mereka sebagai bangsa Amerika.
Ukuran sukses pemilu di AS gampang aja, masyarakat cuman menilai dari kepribadian, rekam jejak, dan kemungkinan janji yang bisa dia tepati. Yang paling penting janji itu mewakili karakter mayoritas masyarakat AS, yaitu selalu mendengungkan kekuatan dan superioritas bangsanya. AS itu bangsa hebat, super power, semua bangsa-bangsa dunia harus tunduk sama AS. Trump cuman berusaha mewakili karakter chauvinistik mayoritas masyarakat AS. Gak lebih, dan emang itu yang jadi jualan kampanyenya dia.
Trump jangan disamain sama politisi indonesia dong yang masih labil, diprotes dikit berubah keputusan tapi di belakang nelikung sambil nilep anggaran…wah parah… tiru Turmp dong, fight…
Walaupun udah tua renta dia siap bertarung buat mempertahankan argumennya demi terwujudnya janji-janji kampanyenya.
Apa Trump gak sadar kalo kebijakannya gak populis? Dia pasti sadar, tapi dia jelas punya segudang argumen yang gak akan mudah dipatahin sama lawan politiknya yang nalarnya juga sama-sama chauvinistik. Mulai dari alasan ekonomi, sosial, budaya, dan terpenting jati diri bangsa. Lawan politknya kan cuman ngikutin arus wacana dunia yang kelewat humanis yang dihembuskan sama mister Obama yang notabene presiden AS pertama dari kalangan kulit hitam.
Bangsa Amerika sadar dan insyaf, bahwa etnis kulit putih yang sekarang menguasai Amerika adalah pelarian dari Eropa abad ke-16. Mereka bisa mendirikan negara sehebat AS ya karena perang etnis melawan suku pribumi, dan semua presiden AS dari kalangan kulit putih pasti punya dua kebijakan, kalo gak perang ya ikut campur urusan negara lain. Dan kedua kebijakan itu dibikin cuman buat nunjukin kalo AS itu negara paling hebat sedunia yang bikin Warga Negara AS bangga setengah mati sama negaranya.
Trump betul-betul menghayati perjuangan leluhur bangsa Amerika. Berangkat hanya dari sekelompok kaum pelarian kemudian berkembang jadi bangsa super power… sadaaaap… Trump merasa bertanggung jawab mempertahankan “kemurnian” ras itu.
Emang bener, gak semua orang Amerika Chauvinistik, tapi cuman sebagian kecil dari kalangan kulit hitam, suku pribumi, peranakan Asia, afro-amerika dan muslim imigran yang pernah jadi warga kelas dua. Pejuang-pejuang kesetaraan HAM juga berasal dari etnis-etnis ini semisal, Malcolm X, Martin Luther, sampai Muhammad Ali. Semuanya dari kalangan warga negara yang pernah jadi warga kelas dua.
Intinya, saya cuman mau bilang Trump itu pengin nepatin janjinya doang. Saya juga masih peduli dengan kemanusiaan kali, saya juga gak ngedukung inisiatifnya Trump. Tapi, semangat Trump untuk menepati janjinya dan berupaya meningkatkan kebanggaan terhadap bangsanya yang menurutnya pernah terkikis di jaman kepemimpinan Obama perlu diteladani.
Ingat…!! entry pointnya bukan di kebijakan kontroversialnya, tapi upayanya untuk menepati janji dan membangkitkan nasionalisme.