foto:musik.kapanlagi.com |
Alkisah, suatu hari seperti biasa ketika saya sedang asyik-asyiknya nikmatin kopi sama rokok buat ngilangin rasa pusing di kepala, ada temen yang sekarang udah jadi pegawe di kampus tempat saya kuliah. Kebetulan temen saya ini gak ngerokok tapi dikit-dikit masih mau nenggak kopi lah. Temen saya ini hebat banget, lulus cepet dan langsung berkarir di kampus tempat dia kuliah. Kalo gak ada aral melintang sebentar lagi doi lulus S2 trus jadi dosen dah di kampus itu.
Tapi bukan soal karir temen saya yang mau saya ceritain di sini, saya mau cerita singkat aja soal obrolan kita hari itu. Hari yang mendebarkan dan paling ngguaplekiseumur hidup saya. Hari itu saya pusing banget ngurusin keuangan kuliah yang udah dinaikin harganya, kebetulan sistem keuangan di kampus udah on-line yang bikin semua sistem administrasi keuangan sifatnya otomatis, kalo telat bayar uang kuliah, saya harus cabut sementara alias cuti dari kampus…. Ampun…
Kenaikan harga perkuliahan sebabnya karena buat menuhin kebutuhan pembangunan kampus yang lagi gencar-gencarnya melakukan pembangunan. Nah, temen saya ini cerita, perekonomian Indonesia sekarang sedang kurang stabil, sebabnya karena dampak pengaruh dari peekonomian global yang gak stabil juga. Imbas yang akhirnya dirasain sama hampir seluruh institusi, lembaga, dan perusahaan di Indonesia juga sama, mereka harus menyesuaikan dengan situasi perekonomian bangsa. Maka dari itu, pemerintah mendorong agar seluruh lembaga negara harus bisa “mandiri” dalam pengelolaan keuangannya sendiri dan itu udah diatur dalam undang-undang. Intinya, negara menghendaki, kalo lembaga dan institusi negara semacam kampus, BUMN, atau lembaga bentukan negara non-pemerintahan (seperti PSSI, PBSI, PBVSI, KNPI, Karang Taruna, dll) bisa menghidupi dirinya-sendiri.
Nah, lembaga yang dibentuk negara aja keuangannya harus mandiri, apalagi kita yang kampus swasta…
Jujur aja, saya sendiri masih bingung dengan itung-itungan kayak gitu, yang saya pikirin cuma gimana caranya bisa ngelunasin uang kuliah atau dapet dispensasi biar dua tahun lagi saya bisa wisuda.
Temen saya itu emang kebetulan lulusan fakultas Ekonomi, soal pemahaman ekonominya gimana saya gak ngurusin lah. Yang saya perlu bantuan dari temen saya itu.Ya yang namanya temen akhirnya dia mau ngebantu juga. Tapi ya cuman sekedar mbantu aja, wong dia masih statusnya pegawe biasa, belum jadi pejabat penting di kampus kan.
Di sela-sela proses bantuan itu berlangsung, dia masih ngoceh soal perekonomian. Menurut dia, “kalo harga-harga kebutuhan pada naik wajar aja dengan kondisi ekonomi yang gak menentu. Indonesia gak kena kkrisis lagi aja kita harus sudah bersyukur, toh dengan banyaknya paket kebijakan ekonomi saat ini, harga kebutuhan naik setinggi apapun daya beli masyarakat gak menurun, semua kebutuhan tetep bisa kebeli meskipun harus diimbangi dengan bayak oprasi pasaar kayak bulan puasa kemaren.”
Dia masih lanjut ngoceh, “negara emang lagi ngusahain biar duit negara gak kepake buat hal-hal yang gak produktif, contohnya hibah buat pembangunan fisik kampus. Maka dari itu kampus-kampus negeri didorong buat ngelaksanain UKT. Hibah dar pemerintah cuman buat gaji dosen dan pegawai, itupun non-PNS”
“bro, ente kan pernah kuliah di kampus tetangga itu selama 13 smester. Coba deh bilangin sama mereka biar ikhlas aja sama besaran UKT yang ada. Demi pembangunan negara dan kampus kalian itulah. Itung-itung jariyah buat negara bro…”
Oh iya, temen saya ini juga bilang, “salah satu hal sederhana yang bisa kita lakukan untuk nyiasatin uang kuliah yang gak menentu ini, salah satunya dengan menghemat. Kebutuhan-kebutuhan konsumsi yang gak terlalu penting buat kita mending di delet aja.”
Wah, udah kayak kroni-kroninya orde baru aja ni temen saya. Atau mungkin dia ini keturunannya Deandles yang sering kampanye ke pagawe-pegawenya di VOC buat ngirit keuangan perusahaan.
Dan karena temen saya ini gak ngerokok, udah bisa kita tebak, komoditas apa yang harus kita delet. Iya, betul sekali. Temen saya ngasih nasehat yang sangat bijak sana. “Berhentilah merokok, karena rokok merusak kesehatan dan bukan kebutuhan yang perlu diperjuangkan.” Begitu temen saya bilang.
“Jangan salah paham, ini gak ada hubungannya sama wacana kenaikkan harga rokok. Ini beneran ikhlas ngasih nasehat buat ente bro…” pungkas temen saya itu dengan bijaksana.