Media Jendela Dunia – Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini
Berita  

Tulus Mengakui Tanah Air yang Menindas

Film “Pulau Buru Tanah Air Beta” adalah sebuah film dokumenter yang disutradarai oleh Rahung Nasution. Film yang bercerita tentang kisah tahanan politik ini menampilkan bagaimana kerasnya kondisi di alam buru. Sebuah karya edukatif yang memberikan pelajaran tentang fakta-fakta sejarah perspektif mantan tahanan politik yang pernah diasingkan disana. Selain itu, film ini menyajikan interaksi antara warga lokal, pendatang, dan para tahanan politik di Pulau Buru. Film yang diputar kali pertama pada tanggal 17 Maret 2016 di Kantor Komnas HAM setelah gagal ditayangkan pada tanggal 16 Maret 2016 di Goethe House Jakarta karena tekanan Aparat dan ormas intoleran.


Protes dan pelarangan pemutaran film ini baik oleh aparat maupun ormas terjadi di berbagai tempat, misalnya di Jakarta saat pemutaran perdana. Kemudian disusul pembubaran pemutaran film ini yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dalam rangka peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia awal Mei lalu. Baru-baru ini pelarangan pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta juga terjadi di Purbalingga saat penyelenggaraan FFP (Festival Film Purbalingga). Pelarangan-pelarangan yang terjadi diberbagai tempat ini menjadi preseden buruk bagi bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi asas demokrasi dan keterbukaan. Apalagi pelarangan dan pembubaran paksa tersebut tidak memilik dasar hukum yang kuat sehingga terkesan asal tolak dan larang.

Meski terjadi pelarangan diberbagai tempat, hal tersebut tidak menyurutkan semangat berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, LSM, akademisi dan pegiat sejarah untuk menonton dan mendiskusikan film yang menceritakan para mantan tahanan politik di Pulau Buru yang dipenjara tanpa diadili. Puluhan ribu orang pasca peristiwa 1965 dibui tanpa melalui proses pengadilan. Rahung Nasution sebagai Sutradara berharap bahwa pemutaran dan diskusi film tetap berlanjut di lingkungan kampus, komunitas kajian, akademisi dan pegiat sosial karena film untuk menyampaikan nilai-nilai kemnusiaan yang ada dalam film ini. Maka, segala bentuk intoleransi dan pengekangan terhadap kebebasan berekspresi di era demokrasi harus dilawan.

Film berdurasi 50 menit ini menggambarkan hilangnya aspek kemanusiaan di era orde baru atas apa yang dialami oleh para tahanan politik di Pulau Buru. Penjatuhan vonis tanpa adanya pengadilan terhadap para ekstapol menunjukan betapa diskrimantif dan otoriternya rezim Orde Baru. Bangsa ini tentu perlu belajar dari sejarahnya, bahwa menghilangkan aspek kemanusiaan dalam setiap kebijakan, merampas hak-hak politik warga negaranya, dan mengakhiri tirani dan rezim otoriter adalah hal yang mendesak untuk dilakukan. Film ini sama sekali tidak ada muatan penyebaran ajaran komunisme seperti yang dituduhkan.

Maka dari itu, Aliansi Gerakan Pro Demokrasi (BEM Fakultas Saintek UIN Walisongo, PMII Rayon Saintek, PMII Rayon Abdurrahman Wahid, LPM Saintek, LPM Edukasi, KPA Pashtunwali, ngeprof.com, Komunitas Ayo Baca Buku, PPMI Dewan Kota Semarang) bersama elemen masyarakat lainnya menghendaki adanya penyadaran sejarah di kalangan masyarakat luas, mengkampanyekan nilai-nilai kemanusiaan yang wajib dijunjung tinggi, dan menolak segala bentuk intimidasi dan diskriminasi atas setiap kebebasan berekspresi, berpendapat dan berserikat.

Sebagai wujud kongkrit, kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut hadir dan bergabung dalam “Tadarus Gerakan; Nonton Film dan Diskusi tentang Pulau Buru Tanah Air Beta” pada tanggal 8 Juni 2016 pukul 20.00 WIB di Hall Gedung Q Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang.

*Aliansi Gerakan Pro Demokrasi (BEM Fakultas Saintek UIN Walisongo, PMII Rayon Saintek, Pmii Abdurrahman Wahid Walisongo Edukasi Pers, KPA Pashtunwali, ngeprof.com, Komunitas Ayo Baca Buku, PPMI Dewan Kota Semarang) proudly present….