Sejak permulaan tahun 2020 di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, merebak musibah pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Berbagai aspek kehidupan terdampak pandemi ini, tidak terkecuali dunia pendidikan. Kebijakan pemerintah untuk menanggulangi dan memutus rantai penyebaran Covid-19 banyak mengubah sistem pendidikan di Indonesia mulai tingkat dasar, menengah hingga tinggi.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merespon melalui Surat Edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36962 /MPK.A/HK/2020 tanggal 17 Maret 2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Pelaksanaan pembelajaran daring oleh perguruan tinggi dilaksanakan dengan memanfaatkan platform milik Google, Zoom dan lain sebagainya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menemukan momentum untuk mengimplementasikan program Merdeka Belajar: Kampus Merdeka. Kebijakan tersebut memberikan peluang menjalankan pembelajaran secara fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa, serta menuntut mereka untuk berpartisipasi secara langsung dengan realita, yang akhirnya melahirkan peluang model pembelajaran yang sangat beragam.
Dalam berjalannya proses pembelajaran daring muncul berbagai problematika, baik segi teknis maupun non teknis. Masalah teknis paling sering ditemui adalah akses jaringan internet berkualitas yang tidak merata. Menurut penelitian Kemendikbud, problem utama pembelajaran online perguruan tinggi di era pandemi Covid-19 masih seputar akses jaringan internet. Kuota internet yang terbatas juga terkadang menjadi penghambat mahasiswa. Seluruh kelas perkuliahan yang mereka tempuh serta kegiatan lainnya semacam asistensi atau kerja kelompok memakan kuota yang cukup banyak. Beberapa perguruan tinggi peka dan responsive melihat kondisi ini dan mengalokasikan anggaran guna membantu menyediakan kuota internet bagi mahasiswa. Tujuannya agar tidak lagi ditemukan mahasiswa yang absen mengikuti perkuliahan dengan alasan tidak memiliki kuota.
Para mahasiswa baru memulai semua tahapan-tahapan pendaftaran, orientasi kampus hingga pembelajaran pada semester pertama secara online. Beberapa bahkan sama sekali belum pernah menjejakkan kaki di kampus baru mereka. Tahapan peralihan dari seorang siswa menuju tingkat mahasiswa penuh lika-liku. Diskusi-diskusi dengan kawan seangkatan serta para senior di atas mereka belum begitu cair. Selain itu, sejumlah mahasiswa semester akhir dari berbagai perguruan tinggi kesulitan menyelesaikan tugas akhir di era pandemi. Kuliah kerja nyata yang biasanya mahasiswa terjun secara langsung ke lokasi yang membutuhkan, dialihkan ke daerah asal atau tempat tinggal mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa juga terkendala dalam menuntaskan skripsinya. Pengumpulan data primer yang merupakan kunci utama validasi atas skripsi terhalang oleh kebijakan pembatasan sosial dari pemerintah.
Materi serta media perkuliahan juga masih mencari bentuk paling efektif. Beberapa dosen mengubah silabus pembelajaran karena silabusnya disusun untuk perkuliahan tatap muka, apalagi dosen pengampu jurusan sains dan teknologi dengan kuantitas mata kuliah praktikum yang tinggi. Faktor usia dosen juga mempengaruhi kemampuan untuk beradaptasi. Dosen yang berusia lanjut dan kurang terliterasi mengenai penggunaan teknologi pembelajaran berbasis teknologi terkini dituntut untuk adaptif dengan teknologi sebagai media pembelajaran tanpa mengurangi esensi pendidikan.
Evaluasi harus dilaksanakan secara simulatan dan terus menerus oleh segenap civitas akademika perguruan tinggi. Sehingga dapat ditemukan pola pembelajaran efektif. Serta tidak menutup kemungkinkan adanya sistem pembelajaran jarak jauh yang mumpuni dan masalah akses pendidikan tingggi dan disparitas kualitas pendidikan tinggi dapat diselesaikan.
Belajar merupakan kewajiban setiap manusia. Dalam salah satu kaidah fiqh disebutkan bahwa sesuatu yang tidak dapat dikerjakan secara keseluruhan maka tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Bagaimanapun pendidikan yang merupakan pondasi pokok pembangunan negara harus tetap berjalan walau penuh rintangan. Situasi pembelajaran pada masa pandemi yang bertransformasi secara signifikan menuntut mahasiswa untuk adaptif, kreatif serta solutif untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul.
Pandemi ini sebenarnya melahirkan banyak hikmah. Penerapan protokol kesehatan efektif mendorong percepatan implementasi pendidikan berbasiskan teknologi digital sebagai bentuk revolusi industri 4.0 bidang pendidikan tinggi. Pembelajaran di masa mendatang diperkirakan akan sangat bergantung pada penggunaan gawai dan layar komputer alih-alih tatap muka. Sinergi antara seluruh civitas akademika sangat diperlukan dalam suksesnya pembelajaran. Dosen merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi proses pembelajarannya agar dapat terus terselenggara melalui media daring. Begitupula pihak rektorat di perguruan tinggi, berusaha mengeluarkan kebijakan yang akan menjamin mahasiswanya tetap meraih capaian pembelajaran dan menjadi sumber daya manusia berkualitas serta bermanfaat bagi nusa dan bangsa.