SemarNews.com , Magelang – KH Mustofa Bisri atau yang lebih dikenal dengan Gus Mus, Ulama yang seringkali diberi label sebagai budayawan. Karya-karyanya, baik itu puisi, cerpen maupun lukisan tidak bisa dihilangkan dari jajaran seniman-seniman terkemuka negeri ini. Sudah puluhan tahun puisi maupun cerpennya memenuhi rubrik sastra koran nasional. Dua genre seni tersebut juga seolah menarik bakat lain kiai asal Rembang itu, melukis. Ruang-ruang pameran pun sering dihinggapi.
Sebagaimana puisinya, karya-karya Gus Mus itu memang memiliki napas tersendiri, yang dia istilahkan sebagai balsem, membuat panas namun justru dicari saat sakit melanda. Harapan itu pula yang dilahirkan saat Gus Mus memamerkan sejumlah lukisannya di OHD Museum, Magelang. Seolah cerminan sikap Gus Mus, Manusia dan Kemanusiaan diangkat sebagai tema pameran yang berlangsung sejak 26 Januari hingga 15 April 2019 mendatang.
Tampak sekitar 50 karya lukis dan instalasi dipamerkan yang semuanya merujuk pada tema. 50 karya tersebut dibagi dalam tiga cluster, Old Master, Kontemporer dan ruang Gus Mus. Old Master diisi karya pelukis Pioneer lukisan modern tanah air yang telah tiada, dari Affandi hingga Hendra Gunawan. Ruang Kontemporer diisi lukisan dari Djoko Pekik hingga instalasi Butet Kartaredjasa dan Fransisca.
Pemilik OHD Museum, Oei Hong Djien menganggap lukisan karya Gus Mus mengutarakan keresahan-keresahan terhadap kondisi yang ada.
“Beliau resah dengan nuansa yang berkembang di tanah air, seolah-olah kita sebagai manusia sudah kehilangan sisi kemanusiaan dengan banyaknya hoaks dan saling menjelekkan,” kata Oei Hong Djien.
“Semoga ini menggugah masyarakat dan pemimpin agar bisa melihat kenyataan dari sisi lain,” harapnya, “Dan inilah reportoar Gus Mus,” sambungnya.
Sementara, Gus Mus menganggap letupan-letupan kegelisahan yang menghasilkan lukisan-lukisan tersebut tak hanya dia rasakan sendiri.
“Ini gagasan kita semua. Karena yang merasakan kegelisahan itu tidak hanya saya sendiri. Banyak manusia tercerabut kemanusiaannya. Mungkin karena dunia sudah terlalu tua. Manusia menjadi memprihatinkan. Agama yang mestinya mendekatkan kini justru menjauh. Saya pribadi bersyukur, pejabat mempunyai seni,” kata Gus Mus.
Melihat sejumlah pejabat berkumpul dengan seniman, Gus Mus berangan-angan betapa gagahnya jika kebudayaan menjadi panglima politik tanah air. Terlebih telah lahir anggapan kebudayaan merupakan benteng terakhir bangsa, meski rapuh.
“Sekali kali budaya sebagai panglima. Daripada kita menjadi manusia gagah tetapi tidak berdaya. Pilihan apapun pilihan Anda, jangan tinggalkan kemanusian Anda. Tetap menjadi manusia,” tuturnya.
Perpaduan antara karya, ruang serta pemilik museum membuat daya magis tersendiri bagi gelaran pameran itu. Sosok Oei Hong Djien (OHD) sendiri cukup populer di kalangan pelukis sebagai kolektor lukisan-lukisan elit. Tidak heran, dengan selera seninya yang tinggi sekaligus gaya bergaulnya yang ceplas ceplos membuat banyak orang terpana, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo salah satunya.
“Orang yang masuk museum ini akan banyak belajar, OHD orang yang sangat serius pada hobinya ini sehingga dia bisa bercerita satu persatu filosofi karya yang ada hingga cerita turunannya,” ujarnya.
Museum ini, kata Ganjar sudah mengajak orang untuk mengasah otak dan hatinya dengan menikmati karya yang sangat ekspresif. Ganjar yang menyusuri satu per satu lukisan di tiga cluster itu berkali-kali berdecak kagum, terlebih setelah mengerti nilai filosofis per karya dari OHD.
“Semuanya bikin greng. Akalnya akan dilatih sehingga memorinya akan lengkap, visual dapat pikirannya akan mampu mengurai makna-makna. Tiba-tiba di ruang Gus Mus tadi OHD berkisah cerita yang sangat menarik dengan diksi yang sangat tinggi sehingga menyihir banyak orang. Di antara keindahan di dalamnya pasti ada coretan-coretan,” katanya.
Pembukaan pameran, dihadiri tokoh-tokoh beken tanah air. Diantaranya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, Menristek Dikti, M. Natsir, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Mahfud MD, Kapolda Jateng, Pangdam IV Diponegoro hingga seniman ternama Nasirun, Djoko Susilo, Joko Pinurbo hingga Trianto Triwikromo, Sabtu (26/1/2019).
Di tengah ingar suasana kampanye pemilihan presiden politik tanah air, selalu saja muncul tokoh yang membuka kran kemanusiaan agar kita tetap menjaga kewarasan akal dan batin. Sebagai ruang pemeriksa keadaan, seni dianggap tepat untuk dihadirkan agar siapapun kembali menilik relung terdalamnya sebagai manusia. [HQ]
—————