Agar tidak terkesan serius dan berat, penulis akan menguraikan sekelumit fakta dan realita, nomena dibalik fenomena dan udang dibalik bakwan, seperti narasi agung yang sering disampaikan sahabat Busro Asmuni saat masih heroik dulu. Yah, lagi-lagi soal bahasa ndan, karena pahamku yo iku. Jika antum pernah membaca tulisanku berjudul “Melawan Kekerasan Verbal dalam Pendidikan”, Nah kali ini kita coba putar 360 derajat. Term kekerasan yang menyeramkan, mengerikan, mematikan dan memberi efek traumatik kita ganti dengan frasa yang menyejukkan kalbu, dan memberi dampak kamar kos seakan penuh dengan bunga serta wewangian yang semerbak, yaitu romantisme. Singkatnya, romantisme verbal dalam upaya pembribikan, atau bahasa ilmiahnya kaderisasi.
Coba ente mikir ndan! Kira-kira dengan modal apa seorang aktitivis yang duit saja jarang ada, makan masih numpang di rumah senior—seperti pada kasus penggrebekan kader terhadap menu makan di rumah Mas Amin Suroso—atau minum segelas es teh dikantin sedari pagi hingga tutup?. Menurut hemat penulis, salah satu modal yang menunjang semua itu adalah bahasa. Romantisme verbal serupa dengan dominasi simbolik seperti dalam teorema Pakde Wacquant, karena sifatnya yang bersembunyi dibalik bahasa. Tapi santai ndan, ini baik kok, tidak ada impact negatifnya, karena justru menguntungkan secara lahir maupun batin hehe.
Iki rodo serius sek mblo, mekanisme romatisme verbal menurut penulis dari hasil diskusi dengan Bude Revita (di ACL Seminar Jakarta) bercokol kokoh melalui bahasa, baik interaksional maupun literal. Teror kalbu nan menyegarkan tersebut nampak dalam penggunaan bahasa melalui tindak tutur persuasif, deklaratif, dan wejangan. Jadi jangan heran ndan jika fakta menunjukkan bahwa sebagian besar senior (meski tidak ada data kuantitatif) berhasil menggaet jodohnya dari barisan dedek gemezz yang berhasil diprospek, Bener to Mas/Mbak Senior?
Nah ini penting bagi keberlanjutan kaderisasi, bukan semata-mata soal biologis lho ya, itu hanya bonus. Percoyo gak? Siapapun engkau jika mampu melatih dan mengembangkan keterampilan berbahasamu dari unsur persuasif, deklaratif dan dalam memberikan nasihat, dapat dipastikan engkau akan banyak memiliki pengikut, seperti kemampuan yang dimiliki oleh duet senior hebat yang kini mudik dan mbagun deso, Mas Achwan Ahadi Ihsan dan Faqih Yahullah. Keduanya menjadi Kak Hero yang dinantikan kehadiran maupun pituturnya. Gampangnya gini ndan, persuasif dan deklaratif itu erat kaitanya dengan kemampuan retorika dan stilistika dalam memberikan informasi dan ilmu pengetahuan. Artinya ngebla-bla kita terkesan meyakinkan dan bisa membuat orang lain terkesima, kalau bisa dengan mengutip dari teori-teori tokoh yang hebat, meskipun sebenarnya kita pun belum sepenuhnya paham.
Selanjutnya wejangan, ini juga penting dan dibutuhkan bagi keberlangsungan kaderisasi. Senior yang baik harus mampu memberikan nasihat-nasihat dan menjadi problem solver dari setiap permasalahan yang dihadapi oleh juniornya. Seperti bijaknya Mas Risya Islami ketika membuka majlis rasan-rasan di Kucingan Songo. Jangan heran lantas banyak kader yang mendekat untuk mendengarkan petuah-petuah sucinya. Selain itu, sering-seringlah menulis di ngeprof.com, karena sejatinya lawan jenis menyukai seseorang yang mampu berbahasa indah melalui goresan penanya.
Skill tersebut perlu juga dilengkapi dengan usaha yang optimal dalam ‘menyelamatkan’ generasi penerus. Daripada kita biarkan kader terjerembab dalam ideologi yang anti negara, atau gemar kafir-mengkafir-kan, lebih baik diprospek melalui teror bahasa yang romantis. Eling yo, romantis bukan sebatas orientasi ‘dipacari’, tapi diajari menjadi manusia yang berarti, soal kelak dinikahi itu soal takdir. Karena seperti kata Afghan kalau jodoh pasti bertamu, jadi ditunggu saja dirumah masing-masing sampe kamu sadar ternyata sudah menjomblo puluhan tahun.
Kiranya kita juga perlu belajar dari dua linguis masyhur ndan, Alan Prince dan Paul Smolensky tentang teori optimalitasnya. Ini penting bagi kalian yang masih jomblo, atau siapapun yang berjuang hingga titik darah penghabisan untuk mendapatkan sesuatu. Meskipun beliau berdua membahas tentang teori bahasa generatif (matematika bahasa), namun sesungguhnya mengajari kita filsafat kehidupan. Jarene hidup selalu beriringan dengan constraint (hambatan), naiknya derajat manusia selalu berdampingan pula dengan beratnya constraint kehidupan. Tapi ojo kwatir mblo, kita adalah Generator (GEN) dan Evaluator (EVAL) yang dapat melanggar constraint menjadi output ideal.
Paham po gak mblo?. Intine ngene, dengan kemampuan berbahasa yang baik dan optimalitas dalam mengkader akan mampu menyelamatkan banyak anak tak berdosa (junior) kepada jalan yang lurus. Melalui budaya berbahasa yang romantis, dengan tindak tutur persuasif, deklaratif dan wejangan yang menghangatkan lebih efektif untuk melakukan agenda kaderisasi. Selain anda akan dianggap sebagai senior yang pinter, juga bisa memiliki banyak fans, hingga kemudian dapat pacar dan istri atau suami. Enak to mblo?