Sudah 4 bulan proyek tol di Ngaliyan berjalan, proyeknya sih lancar-lancar aja, tapi yang gak lancar soal ganti untungnya. Sebelum saya lanjut soal isu ganti untung, ada baiknya saya perjelas maksud dan tujuan saya nulis soal proyek tol di Ngaliyan, biar gak dituduh hoax.
Begini sodara, saya punya sahabat yang kebetulan rumahnya dirambah sama proyek tol, sebut saja namanya Humam Adib Luthfi gak pake nama samaran. Dia warga kampung Pasadena kecamatan Ngaliyan yang kemungkinan hampir setengah jumlah warga dikampungnya bakal cari rumah baru gara-gara proyek tol ini. Kebetulan juga yang mau dirambah salah satunya itu rumah orang tuanya kak Humam (panggilan akrab Humam Adib Luthfi).
foto:metrojateng |
Dulu waktu proyek tol baru sekedar wacana, kak Humam sekeluarga seneng kegirangan, karena menurut kabar burung yang beredar, bagi warga yang lahan dan rumahnya kena pembebasan lahan tol bakal dapet ganti untung 2-3 kali lipat dari harga pasaran. Artinya kak Humam sekeluarga bakal untung gede dan bisa mbangun rumah baru yang lebih baguslah. Dan memang begitu faktanya, tapi cuman sebagian aja, karena ada beberapa yang justru malah ditimpa kesialan gara-gara proyek tol. Contohnya kak Humam ini.
Ceritanya begini, setelah rumah kak Humam mau dieksekusi ternyata ada masalah yang susah dicari solusinya. Apa itu? Soal luasan lahan yang mau dieksekusi. Luas lahan rumah kak humam ada 120 meter persegi dan luas bangunan sekitar 100-an meter persegi dengan bentuk jajar genjang memanjang dari halaman depan sampai tembok bagian rumah belakang. Jalan kampung yang melintas di depan rumah teksturnya menanjak dan posisinya 2 meter dibawah pintu gerbang rumah. Maklum kampung tempat kak Humam emang perbukitan bukan daerah datar.
Pihak BPN kota semarang yang ngecek ngiranya rumah kak Humam datar, terus pihak BPN malah bikin skema ganti untungnya dari sudut pandang tanah datar. Di sini keluarga kak Humam ngajuin banding terkait skema ganti untungnya.
Selain soal skema ganti untung, ada satu masalah lagi yang bikin saya ketawa. Ternyata yang mau dieksekusi bukan seluruh bagian rumah, tapi cuman halaman depan sampai kamar tidur depan doang, atau hanya sepertiga dari luas lahan 120 meter itu. Itu artinya, halaman rumah kak Humam yang mau dieksekusi itu mau dijadikan tempat menancapkan tiang pancang persilangan pintu tol Krapyak. Coba Kita bayangin gimana rumah kak Humam kalo halaman depannya tiang pancang tol, nyaman gak buat ditinggalin?
persilangan tol foto:beranda |
Keluarga kak Humam ngajuin banding lagi, pihak BPN dan kontraktor harus mambayar seluruh lahan yang ada, nanggung kan kalo yang dieksekusi cuman sepertiga lahan doang. Udahlah ganti untungnya gak sesuai harapan, halaman rumah ada tiang pancang tol pula.
Akhirnya pihak BPN ngasih jalan tengah, seluruh bangunan dibayar, tapi tanahnya tetep seperti skema awal. Keluarga kak Humam belum puas. Lagi-lagi itu keputusan yang nanggung. Itu tanah 100 meter persegi kalo sebelahan sama tiang pancang tol bisa buat apa? Ditanemin nanggung, dijual harganya turun, diwakafin gak bakal ada yang mau. Serba nanggung boss.
Sampe sekarang skema pembebasan lahan keluarga kak Humam belum rampung, padahal tiang pancang udah mau dipasang.