SEMARNEWS.COM | SEMARANG – Perpustakaan kini menjadi tempat yang menjemukan. Memperhatikan hal tersebut Kepala Pusdiklat Perpustakaan Nasional Widyanto saat memberikan sambutan pembuka bimbingan teknis strategi pengembangan perpustakaan dan TIK untuk layanan perpustakaan di Star Hotel Semarang mengatakan pola perubahan zaman tak dapat dielakkan, karena itu perpustakaan harus berkembang sesuai dengan zamannya.
“Kita ingin perpustakaan tidak lagi hanya menjadi tumpukan buku, tetapi kita berharap bahwa informasi yang ada di dalam buku itu kita keluarkan,” katanya, Senin (29/4/2019).
Dalam Bintek bertema “Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial” dia berharap peran teknologi dan peran perpustakaan dapat mendorong dalam mensejahterakan masyarakat. Secara detail dia menjelaskan bahwa pola pergaulan internasional sudah berubah seiring adanya MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) yang tak hanya menjadi arus perpindahan barang dan jasa, namun juga manusia.
“Salah satunya pengelola perpustakaan. Ini daerah atau area yang paling mudah dimasuki para ahli di bidang perpustakaan dari luar,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengungkapkan contoh di mana salah satu perguruan tinggi di Jakarta yang pengelola perpustakaannya merupakan warga Filipina. “MEA itu 2015, sekarang sudah 2019, 2025 sudah AFTA diperluas lagi dengan Asia Pasific,” urainya.
Ia mengeluhkan pola perkembangan tersebut menurutnya tidak berbanding lurus dengan indeks pembangunan manusia (IPM). “Kalau kita tidak bisa membangun jati diri bangsa, daya saing bangsa, anak-anak kita makin masuk ke sini akan menjadi pekerja di negeri sendiri,” cemasnya.
Oleh karena itu, terangnya, perpustakaan nasional punya program besar. Program besar ini adalah bagaimana perpustakaan dibangunkan supaya perpustakaan menjadi kebutuhan masyarakat. “Setelah masyarakat sadar bahwa perpustakaan itu hadir dan dibutuhkan masyarakat, maka salah satu layanannya berbasis inklusi sosial,” paparnya.
Sementara Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah, Prijo Anggoro menyatakan menyambut baik adanya UU no 13 tahun 2018. “Ada 36 pasal 84 itu mengamanatkan para penerbit untuk mengirimkan buku ke pusat dua sama propinsi satu,” ucapnya.
Menurutnya, dengan adanya UU tersebut menunjukkan perhatian pemerintah agar penerbit terus bersaing dalam menghasilkan buku yang terbaik. Saat ditanya perkembangan perpustakaan digital Anggoro menjawab. “Pak Gubernur sudah memerintahkan di masing-masig daerah,” tandasnya. Lebih dari itu dia mengatakan semua organisasi perangkat daerah ditekankan untuk menurunkan angka kemiskinan.
Dalam pembentukan perpustakaan yang inklusi dia mencontohkan adanya mahasiswa yang mengerjakan tugas bersama di sebuah cafe yang mana suasana suasana tempat nongkrong bukan kendala bagi mereka untuk membaca buku dan menuliskannya dalam laptop. Perpustakaan inklusi sosial, menikmati cafe dengan buku dan membaca tetap sebagai kebutuhan dasar mereka. (HQ)
—————