Media Jendela Dunia – Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini
Berita  

Pembelaan Untuk GAFATAR


foto:photo.sindonews.com


Pada prinsipnya, dalam hukum, negara dengan Pemerintah mempunyai kedudukan sebagai pemangku kewajiban. Kewajiban yang diemban negara adalah kewajiban untuk menghormati (to respect), kewajiban untuk memenuhi (to full-fill), dan kewajiban untuk melindungi (to protect) Hak Asasi bagi warganya.
Karena HAM bersifat melekat atau inherent pada diri manusia, yang berasal dari Tuhan sejak manusia itu lahir. Sebagai mahluk Tuhan, manusia memiliki derajat luhur yang dilengkapi dengan budi dan nurani. Dan secara obyektif, HAM harus diakui dan dihormati oleh negara dan tidak dapat diingkari negara, karena itu merupakan bagian kewajiban negara untuk melindungi kepentingan umat manusia. Dan pula, manusia memerlukan jaminan perlindungan bagi hak-hak pribadi untuk mengekspresikan kepentingan masyarakat yang mengkhendaki agar perlindungan hak-hak tersebut ditindak lanjuti dengan pengaturan hukum.
Terkhusus pada persoalan eks-Gafatar. Yang mendapatkan perlakukan-perlakukan tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia. Hal ini dapat dilihat dari, pengakuan eks-Gafatar yang tempo hari melakukan diskusi dengan YLBHI-Lembaga Bantuan Hukum Semarang, Elsa-Semarang, dan Pelita Semarang. Disampaikan beberap fakta-fakta tentang eks-Gafatar, atas tindakan pemerintah dalam pemenuhan hak-hak mendasar terhadap Eks-Gaafatar.
Pertama, saat pemerintah melakukan pemulangan dari Kalimantan ke kampung halaman, mereka mendapatkan perlakuan diskriminatif, setidaknya ada lebih dari 100 orang mantan anggota GAFATAR ditampung di salah satu gudang semen Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat yang kondisinya sangat tidak layak karena di gudang semen tersebut banyak sekali debu berterbangan yang membuat beberapa orang khususnya anak-anak mengalami gangguan pernapasan dan terkena ISPA.
Kedua, pada saat dipulangkan menggunakan Kapal perang milik TNI AL, dimana Kapasitas penumpang yang seharusnya hanya untuk menampung  500 orang namun di paksakan untuk menampung kurang lebih 1000 orang. Hal ini membuat pasokan air tawar atau air minum di dalam kapal menjadi kekurangan sehingga banyak yang mengalami dehidrasi dan ada beberapa anak yang dilarikan kerumah sakit sesaat setelah sampai di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Ketiga, mereka mendapat perlakuan layaknya seorang kriminal dengan difoto sambil disuruh memegang papan bertuliskan nama dan tempat tanggal lahir mereka dari INAFIS POLDA Jawa Tengah. Bahkan, bukan hanya orang dewasa saja, anak-anakpun diperlakukan seburuk itu.

Keempat, mendapatkan perlakuaan diskriminatif saat ingin membuat E-KTP, saat meminta surat pengantar ke RT setempat di persulit dengan disuruh membuat surat pernyataan bahwa sudah keluar dari Ormas GAFATAR. 
Kelima, juga salah satu anggota GAFATAR dari Provinsi lain yaitu di Kabupaten Trenggalek Jawa Timur yang membuat SKCK dimana hasilnya ada catatan dari kepolisian yang bertuliskan “Pernah terlibat dalam kegiatan kriminal seperti tercantum dalam pasal (Ex GAFATAR). Padahal secara hukum Kasus GAFATAR belum terbukti melakukan kegiatan kriminal. Hal ini membuat beberapa mantan anggota GAFATAR sulit untuk mencari pekerjaan.
Keenam, oleh mantan anggota GAFATAR yang berasal dari Banyumas. Dimana anak beliau dipaksa oleh Dinas Kesehatan dan Pemerintah setempat untuk Imunisasi padahal orangtuanya sudah menandatangani surat keberatan dilakukan tindakan Imuniasi tersebut.
Dan masih banyak tindakan lainnya yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip penghormatan hak asasi manusia.
Dalam UUD 1945,  sudah diakui bahwa tidak boleh ada diskriminasi dari negara. Pasal 28 B ayat (2) sudah jelas menyebutkan, bahwa Hak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dan pula dalam Pasal 28 I ayat (2), menyebutkan hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apa pun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakukan diskriminatif. Kemudian, dalam diakui pula dalam kedudukannya setiap warga negara kedudukannya sama di mata hukum dan diperlakukan sama, dapat dilihat dalam Pasal 28 D ayat (1), Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum. Khususnya, dalam persolan Eks-Gafatar dalam memilih tempat tinggal pada saat itu, bahwa setiap warga negara bebas dalam memiliih tempat tinggal di wilyah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat (1)). Terhadap Eks-Gafatar, yang tertuduh melakukan perbuatan Kriminal dengan adanya tulisan dalam SKCK-sebagai perbuatan Kriminal, itu merupakan tuduhan sepihak dari Kepolisian, yang sangat berdampak pada Eks-Gafatar tersebut, dan tuduhan itu tidak memiliiki dasar yang jelas dan landasan hukum. Padahal, prinsip hak asasi manusia adalah menghormati martabat dari setiap individu warga negara.
Pada Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sudah diatur pula bagaimana penghormatan terhadapa Hak Asasi Manusia, amanat dalam UU 39 tahun 1999 ini adalah khususnya dalam Perlakukan Diskriminasi terhadap Eks-Gafatar diatur dalam, Hak Untuk Hidup (Pasal 9) , Hak memproleh keadilan (Pasal 17 dan sampai Pasal 19), Hak atas rasa aman (Pasal 28 sampai Pasal 35), Hak atas kesejahterahaan (Pasal 36-42), dan beberapa instrumen HAM lainnya.
Kemudian pada instrumen-insturmen HAM lainnya, khususnya dalam perlakukan Diskrimansi Eks-Gafatar diatur. Pada prinsipnya, perlakuakan diskriminasi merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar ketentuan prinsip-prinsip Hak Asasi Maunusia.
Diakhir, ingin kami sampaikan sampaikan. Bahwa, Eks-Gafatar berkeinginan untuk tidak diperlakukan secara diskriminasi khususnya pada urusan pemerintah dan juga masyarakat sosial, kemudian, Eks-Gafatar sudah meninggalkan keseluruhan kebutuhannya di tempat mereka dahulu, dan datang ke Pulau Jawa tanpa sempat membawa perlengkapan apapun keculai pakian yang mereka pakai, maka dari itu perlu kiranya dicarikan solusi untuk Eks-Gafatar bagaimana mereka dapat menlanjutkan kehidupan.
Eks-Gafatar juga memiliki anak-anak yang mendapat stigma negatif, maka perlu dilakukan pembersihan nama baik atas tuduhan yang tidak mendasar tersebut.
 *YLBHI-LBH SEMARANG, ELSA –SEMARANG dan PERSAUDARAAN LINTAS ANTAR AGAMA