Semarnews.com | Semarang – Dinas Sosial Kota Semarang memacu kreatifitas difable netra dengan menyelenggarakan lomba da’i dan tartil al Qur’an Braille tingkat umum dan pelajar di Masjid Balaikota (18/04/2018) Jalan Pemuda 148 Kota Semarang. Perlombaan yang bertajuk membentuk generasi Islam yang handal berdakwah dan mencintai al Qur’an diikuti 30 orang peserta difabel netra.
Saat diwawancarai, Kepala Dinas Sosial Kota Semarang, Tommy Yarmawan Said menyatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan ikhtiyar pemerintah kota semarang dalam menggali potensi dan memacu kreatifitas para difabel netra. Lebib lanjut, Tommy berharap supaya para difabel netra bisa memahami al quran, dan bisa berdakwah dengan berceramah. Dengan demikian, mereka akan termotifasi untuk lebih menguasai tentang keagamaan.
Kejuaraan tersebut, diharapkan menjadi bagian dari cara mereka untuk lebih bisa membaur dengan masyarakat
“kompetisi ini untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka” ungkapnya, “lomba ini dilaksanaan untuk yang kedua kalinya” imbuhnya. Dikatakan, untuk saat ini memang belum ada jenjang khusus kejuaraan tersebut dari pemerintah. Namun bisa menjadi even kejuaraan tahunan di semarang.
Salah satu peserta, Ade Rafa Prayoga (12 tahun), bocah kelas 5 SLB Negeri Kota Semarang ini tampil energik dan penuh percaya diri. Menurut Ketua Kontingen dari SLB N Kota Semarang, Aris Wibowo dalam kesempatan tersebut pihaknya baru dapat mengirimkan 1 peserta lomba tartil braille al Qur’an dan 3 peserta untuk lomba dai kecil. Ia bersama tim mempersiapkan peserta lomba dalam kurun waktu lebih dari seminggu.
Kurangnya waktu latihan dikarenakan adanya berbagai pertimbangan pihak sekolah dalam menentukan keikut-sertaan dalam ajang tersebut. Dikatakan, kerjasama antara sekolah dengan orangtua dikedepankan untuk mencapai hasil latihan yang maksimal. Meski terbilang kurang dalam persiapan, namun ia optimis salah satu delegasinya akan menjadi juara.
Senada dengan apa yang diutarakan Aris, delegasi YPAC Semarang mengirimkan 1 peserta da’i dengan persiapan yang cukup minim. Diungkapkan oleh Muhamat Rokhaeni, guru agama di YPAC bahwa ia melatih 1 delegasi dalam waktu 3 hari. Dijelaskan, YPAC Semarang lebih banyak difable daksa, sedangkan untul difabel netra merupakan anak dengan masalah low vision, yakni, kelainan berupa turunnya fungsi penglihatan seseorang secara permanen dan tidak dapat diperbaiki dengan bantuan kacamata atau alat bantu optik standar. (HQ.semarnews)