Media Jendela Dunia – Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini
Berita  

MUI Kota Semarang Gelar FGD Hari Santri dan Sumpah Pemuda

semarnews.com || Semarang – Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kota Semarang menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk mewujudkan generasi muda yang tangguh, berkarakter keislaman dan keindonesiaan. FGD yang diikuti oleh MUI kecamatan, Ormas Islam, dan Ormas Kepemudaan ini berlangsung pada Ahad (28/10/2018) sore di Masjid Al Ikhlas jalan Slamet Riyadi nomor 18, Gayamsari Kota Semarang. FGD menghadirkan narasumber Guru Besar UIN WS Semarang, anggota Komisi X DPR RI, Dr. H. A. Mujib Rohmat, MA, dan Kesbangpol Kota Semarang yang diwakili oleh Joko Hartono.

Ketua MUI Kota Semarang, Prof. KH. Eman Subahar dalam sambutan pembukanya memantik sebuah wacana mencari tahu mengapa pemuda di masa itu begitu mantab sehingga Sumpah Pemuda muncul di tahun 1928. Pada peristiwa lainnya, para pemuda juga dengan tegak mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Pada saat itu, para pemuda tidak rela terhadap mereka yang ingin menginjak-injak dan membumi hanguskan Surabaya,” kata Eman, “Karenanya KH. Hasyim Asy’ari menggerakkan kaum muda dari kalangan santri dan memunculkan pertempuran 10 Nopember yang kini kita peringati sebagai Hari Pahlawan,” imbuhnya.

Menegaskan hal senada, sekretaris MUI Kota Semarang, Dr. H. Amin Farih, kegiatan FGD merupakan kegiatan kelima di tahun ini, dari beberapa kegiatan sebelumnya. Dikatakan, FGD tersebut diadakan dengan maksud para ketua MUI di tingkat kecamatan, Ormas Islam, Ormas kepemudaan untuk membenahi ukhuwah islamiyyah, ukhuwah wathaniyyah, maupun ukhuwah basyariyyah yang akhir-akhir ini ternodai dengan beberapa peristiwa. Satu di antaranya kasus pembakaran bendera di Jawa barat.

“Keterkaitan dengan sumpah pemuda dan hari santri ini bisa menguatkan lagi persatuan kita dalam bingkai kebhinekaan,” kata Amin, “Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah kemampuan MUI kecamatan untuk mensosialisasikan di Organisasi-organisasi yang ada di tingkatannya. Selain itu, mudahnya koordinasi antar umat Islam untuk menjadikan kota Semarang guyub, rukun sebagai Organisasi yang ada di kota Semarang,” imbuhnya.

Membuka paparan FGD, Abdul Jamil mengungkapkan, berbagai hal terkait perpolitikan di Indonesia. Di antaranya dia tidak setuju dengan adanya pendapat tentang menarik diri dari politik sebab politik dianggap kotor.

“Saya tidak setuju dengan ungkapan ‘Jangan masuk gelanggang politik, karena politik itu kotor’. Ini sengaja dihembuskan bangsa kolonial untuk melemahkan umat Islam,” kata Jamil

Selanjutnya, ia menerangkan, kebijakan Negara terkait dengan aturan, sistem, dan perundang-undangan diatur dalam mekanisme sesuai perpolitikan yang berlaku di sebuah negara. Karenanya umat Islam perlu memahami dan ikut berperan dalam politik.

Karenanya, dia memberikan gambaran tentang generasi yang ada di Indonesia. Generasi founding father merupakan yang pertama. Yakni mereka yang tak pernah merasakan nikmatnya kemerdekaan. Pada umumnya pada generasi tersebut berjuang dan menata. Selanjutnya generasi penikmat, generasi ini tidak pernah berjuang, dan membangun. Sementara yang ketiga, generasi perusak. Mereka ini tidak memperjuangkan, membangun, dan tidak bisa menikmati hasil pembangunan. Dialah yang merusak Negara ini dengan perilaku korupsi, dan sebagainya. (HQ)

semarnews.com || Semarang – Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kota Semarang menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk mewujudkan generasi muda yang tangguh, berkarakter keislaman dan keindonesiaan. FGD yang diikuti oleh MUI kecamatan, Ormas Islam, dan Ormas Kepemudaan ini berlangsung pada Ahad (28/10/2018) sore di Masjid Al Ikhlas jalan Slamet Riyadi nomor 18, Gayamsari Kota Semarang. FGD menghadirkan narasumber Guru Besar UIN WS Semarang, anggota Komisi X DPR RI, Dr. H. A. Mujib Rohmat, MA, dan Kesbangpol Kota Semarang yang diwakili oleh Joko Hartono.

Ketua MUI Kota Semarang, Prof. KH. Eman Subahar dalam sambutan pembukanya memantik sebuah wacana mencari tahu mengapa pemuda di masa itu begitu mantab sehingga Sumpah Pemuda muncul di tahun 1928. Pada peristiwa lainnya, para pemuda juga dengan tegak mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Pada saat itu, para pemuda tidak rela terhadap mereka yang ingin menginjak-injak dan membumi hanguskan Surabaya,” kata Eman, “Karenanya KH. Hasyim Asy’ari menggerakkan kaum muda dari kalangan santri dan memunculkan pertempuran 10 Nopember yang kini kita peringati sebagai Hari Pahlawan,” imbuhnya.

Menegaskan hal senada, sekretaris MUI Kota Semarang, Dr. H. Amin Farih, kegiatan FGD merupakan kegiatan kelima di tahun ini, dari beberapa kegiatan sebelumnya. Dikatakan, FGD tersebut diadakan dengan maksud para ketua MUI di tingkat kecamatan, Ormas Islam, Ormas kepemudaan untuk membenahi ukhuwah islamiyyah, ukhuwah wathaniyyah, maupun ukhuwah basyariyyah yang akhir-akhir ini ternodai dengan beberapa peristiwa. Satu di antaranya kasus pembakaran bendera di Jawa barat.

“Keterkaitan dengan sumpah pemuda dan hari santri ini bisa menguatkan lagi persatuan kita dalam bingkai kebhinekaan,” kata Amin, “Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah kemampuan MUI kecamatan untuk mensosialisasikan di Organisasi-organisasi yang ada di tingkatannya. Selain itu, mudahnya koordinasi antar umat Islam untuk menjadikan kota Semarang guyub, rukun sebagai Organisasi yang ada di kota Semarang,” imbuhnya.

Membuka paparan FGD, Abdul Jamil mengungkapkan, berbagai hal terkait perpolitikan di Indonesia. Di antaranya dia tidak setuju dengan adanya pendapat tentang menarik diri dari politik sebab politik dianggap kotor.

“Saya tidak setuju dengan ungkapan ‘Jangan masuk gelanggang politik, karena politik itu kotor’. Ini sengaja dihembuskan bangsa kolonial untuk melemahkan umat Islam,” kata Jamil

Selanjutnya, ia menerangkan, kebijakan Negara terkait dengan aturan, sistem, dan perundang-undangan diatur dalam mekanisme sesuai perpolitikan yang berlaku di sebuah negara. Karenanya umat Islam perlu memahami dan ikut berperan dalam politik.

Karenanya, dia memberikan gambaran tentang generasi yang ada di Indonesia. Generasi founding father merupakan yang pertama. Yakni mereka yang tak pernah merasakan nikmatnya kemerdekaan. Pada umumnya pada generasi tersebut berjuang dan menata. Selanjutnya generasi penikmat, generasi ini tidak pernah berjuang, dan membangun. Sementara yang ketiga, generasi perusak. Mereka ini tidak memperjuangkan, membangun, dan tidak bisa menikmati hasil pembangunan. Dialah yang merusak Negara ini dengan perilaku korupsi, dan sebagainya. (HQ)
—————