Penulis: M. Abdul . Ghofurrochimi
Kondisi bangsa kita saat ini memang secara relatif dapat diamati ada yang disebut sebagai penampilan dari individualisme dan egosentrisme yang mengatasnamakan agama, etnisitas maupun sebenarnya kepentingan bisnis dan kepentingan politik yang sebenarnya itu sangat inheren dengan manusia. Melekat dalam diri manusia apalagi manusia menimbulkan fanatisme yang memungkinkan melahirkan margaisme, disiplin kesamaan tanah kelahiran memainkan sukuisme etnisitas, Ketiga deserve persamaan keyakinan keagamaan. Ketiganya ini bisa menjadi basis solidaritas yang melahirkan egosentrisme atau individualisme.
Hal ini harus segera diatasi agar jangan sampai individualisme dan egosentrisme itu kemudian merusak kemajemukan. Anak kita berada dalam latar kemajemukan atas dasar agama, suku, bahasa dan budaya. Alhamdulillah bangsa ini memiliki paling tidak 2 modal utama. Pertama, modal budaya berupa budaya yang cenderung pada harmoni, kepada kerukunan dan keguyuban, yang kemudian dipengaruhi oleh nilai-nilai dasar bangsa seperti Pancasila dan bhineka tunggal Ika. Namun yang kedua yang penting bagi bangsa ini adalah modal agama, keberagaman agama yang ada di Indonesia sejatinya menyuarakan dan mengajarkan keragaman, kemajemukan, kerukunan dan kewajiban. Artinya apa, kedua model ini bisa fungsional untuk mengurangi, mereduksi ekspresi dari individualisme dan egosentrisme itu jangan sampai ke titik ekstrem. Ekstrem dalam ekspresi egosentrisme dan individualisme pada keagamaan, kesukuan dan lain sebagainya ini muncul jika ada kesenjangan dan ketidak adilan.
Akar tunjang dari banyak persoalan dalam kehidupan masyarakat berkeadilan, apalagi menyangkut keadilan ekonomi yaitu menyangkut survival manusia itu sendiri. Oleh karena itu sering sekali faktor kesenjangan keadilan ekonomi berhimpit dengan sosial dan juga politik, ini kemudian akan menjadi faktor pemicu agama sebenarnya hanya dijadikan sebagai faktor justifikasi dalam rangka untuk berkonflik. Oleh karena itu kalau kita mau mengatasi masalah tidak bisa semata-mata melihat pada penampilan luarnya saja, tapi ada faktor-faktor pendorong di balik itu. Untuk itu harus diatasi kalau sudah agama dijadikan sebagai faktor justifikasi, dijemput untuk menjadi basis solidaritas dan identitas memang sulit apalagi ada aksi reaksi.
Disinilah negara harus hadir untuk mengatasi itu semua, negara itu adalah organisasi instrumen yang dibentuk bersama-sama dalam rangka mengatasi persoalan-persoalan yang Muncul. Tapi kalau negara kemudian mengambil sisi, sehingga dia tidak berlaku adil semacam kata adilan secara tidak langsung memberi peluang pada kelompok tertentu untuk tampil maju tidak memberi peluang pada kelompok lain. Maka persoalannya bertambah, tidak hanya menjadi konflik horizontal antara kelompok-kelompok masyarakat tetapi menjadi konflik vertikal antara kelompok masyarakat dengan negara, ini membuat kerumitan di dalam apa namanya keragaman dalam relasi sosial di antara kelompok-kelompok itu. Salah satu bentuk mengelola perbedaan adalah menerima dan menghormati terhadap perbedaan itu sendiri. Kesadaran menghormati perbedaan bisa Kita gali, salah satunya dengan merenungi asal-usul umat manusia. Jika dari awal semua manusia berasal dari asal usul yang sama yakni keturunan nabi Adam.
Kita dapat lihat keadaan sekarang seakan gampang bertikai hanya karena perbedaan primordial seperti suku, agama, ras dan golongan yang sebenarnya sudah menjadi kehendak Allah subhanahu wa ta’ala. Kini tiba-tiba menjadi persoalan karena ditunggangi berbagai kepentingan bagi kepentingan politik, ekonomi, sosial budaya dan sebagainya. Sedangkan perbedaan pemikiran yang sebenarnya menjadi konsekuensi logis dari keberagaman karakter dan pengalaman hidup setiap orang, seringkali menjadi persoalan dan menciptakan pertikaian, bahkan kekerasan. Karena menguatnya sikap egois yang tak mau menghargai pemikiran dan pendapat yang berbeda.
Keberagaman bukanlah penghalang untuk bisa bekerja sama dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Sebaliknya, jadikan keberagaman menjadi momentum untuk persatuan sesama masyarakat Indonesia, bisa saling membantu satu sama lain tanpa memandang suku, agama, ras dan antargolongan. Toleransi menjadi salah satu solusi terhadap perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia. titik toleransi sendiri harus didukung oleh cakrawala pengetahuan yang luas, bersikap terbuka, dialog, kebebasan berpikir dan beragama. Pendek kata toleransi setara dengan sikap positif dan menghargai orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan asasi sebagai manusia dengan selalu berpedoman kepada dasar negara Pancasila dan semboyan bhinneka tunggal Ika. Kita tentu lebih dapat bersikap bijaksana dalam pergaulan di rumah lingkungan belajar atau di masyarakat kita yang beragam. Kita akan selalu menjaga persatuan dan kesatuan sehingga kehidupan yang rukun serasi Dan harmonis dapat terwujud. Menghargai perbedaan dilakukan sesuai norma dan hukum yang berlaku di masyarakat dan negara, bila ada perbedaan dilakukan musyawarah untuk mencapai mufakat adalah jalan yang terbaik. Sedari dini perlu ditumbuhkan sikap menghormati satu sama lain dengan baik tanpa memandang usia, agama, ras dan budaya.