foto: Economics Green Festival 2016 |
Kepada:
Rektor Universitas Diponegoro beserta jajaran
di
Tempat
Beberapa tahun belakangan, marak terdengar rencana pendirian pabrik/industri semen di Provinsi Jawa Tengah. Yang saat ini tengah hangat diperbincangkan antara lain di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati, menyusul Kabupaten Grobogan serta Kabupaten Kebumen. Di berbagai media massa telah diberitakan bahwa rencana tersebut telah mendapat penolakan dari warga.
Alasan penolakannya jelas : kelestarian alam dan keberlanjutan kehidupan. Merupakan fakta
pula bahwa warga telah merasakan kesejahteraan dengan bertani, sementara jika pabrik semen berdiri justru akan merebut kesejahteraan yang telah warga rasakan. Disamping itu, penolakan juga disuarakan berbagai elemen masyarakat sipil di luar wilayah yang akan menjadi wilayah industri semen.
Beberapa alasan yang patut dipertimbangkan antara lain :
1. Bahwa rencana pendirian pabrik semen baik di Pati, Rembang dan Kebumen mewajibkan untuk membuat kajian lingkungan berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Namun dalam prosesnya, ternyata didapatkan fakta bahwa masyarakat terdampak tidak dilibatkan dalam prosesnya. Artinya, Asas Partisipasi Masyarakat diabaikan;
2. Bahwa dalam beberapa kajian AMDAL tersebut juga memuat data yang berbeda dengan fakta di lapangan. Hal ini berkaitan dengan jumlah mata air, ponor, gua, dan beberapa hal lain. Dengan adanya pengelabuan yang demikian, kuat indikasi bahwa proyek pabrik semen ini merupakan sesuatu yang dipaksakan;
3. Bahwa kajian AMDAL tersebut tidak mempertimbangkan penolakan yang disuarakan oleh masyarakat;
4. Bahwa daerah-daerah dimana pabrik semen direncanakan akan berdiri merupakan daerah pertanian yang subur dan produktif sehingga keberadaan pabrik semen dapat mengancam sumber pangan, bukan hanya regional, namun juga di lingkup nasional;
5. Bahwa terbukanya lapangan pekerjaan yang dijanjikan oleh pihak perusahaan tidak akan sebanding dengan jumlah Petani yang akan merugi bahkan kehilangan pekerjaan akibat industri semen yang merusak kelestarian lingkungan, dimana merupakan fakta bahwa industri semen hanya akan banyak meyerap tenaga kerja pada masa konstruksi, sedangkan dalam masa produksi tidak banyak tenaga kerja yang terserap karena berbagai pekerjaan telah digantikan dengan mesin;
6. Bahwa rencana pendirian pabrik semen Di Kabupaten Kebumen sudah dinyatakan tidak layak oleh Komisi Penilai AMDAL Provinsi Jawa Tengah. Alasan terbesar ketidaklayakan ialah karena dari segi keilmuan Pegunungan Karst yang menjadi objek pertambangan tidak layak ditambang;
7. Bahwa Gugatan Warga Rembang atas Gubernur Jawa Tengah dengan PT Semen Indonesia Tbk (Persero) sebagai intervensinya dengan objek izin lingkungan untuk pabrik semen di Rembang telah diputus oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 99/PK/TUN/2016 yang dimenangkan oleh warga Rembang;
8. Bahwa Gugatan terhadap izin lingkungan untuk pabrik semen di Pati yang diajukan oleh warga Pati, telah dimenangkan oleh warga Pati di tingkat pertama oleh PTUN Semarang dan sekarang masih dalam tahap kasasi di Mahkamah Agung;
Dengan fakta yang demikian, hendaknya ancaman pabrik semen yang kian nyata menjadi kewasapadaan bersama, khususnya bagi masyarakat Jawa Tengah. Namun, kami melihat Universitas Diponegoro sebagai kampus negeri terbesar di Jawa Tengah tidak ikut merasakan keresahan yang sama.
Hal ini terlihat dengan peran aktif Undip dan BEM Undip dalam menghelat Economic Green Festival bertajuk Sinergitas Industri dan Lingkungan untuk Pembangunan Ekonomi Jateng pada 29 November 2016 yang disponsori oleh Semen Indonesia. Dalam kegiatan ini, diundang Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai keynote speaker yang kami nilai tidak memiliki sikap yang jelas dalam pembangunan industri/ekonomi Jateng yang berwawasan lingkungan.
Ganjar, kerap tampil seolah netral menengahi kepentingan warga dan pabrik semen dengan menyerahkannya ke mekanisme hukum, padahal Ia mempunyai kewenangan untuk mencabut izin lingkungan yang menjadi objek sengketa, namun pasca adanya putusan PK Nomor 99/PK/TUN/2016 yang memenangkan warga Rembang, Ganjar tidak kunjung menunjukkan komitmennya dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Selain itu, kegiatan Economic Green Festival juga disponsori oleh PT Semen Indonesia. Terlepas dari statusnya sebagai BUMN, dari beberapa poin fakta diatas, Semen Indonesia dalam konteks Rembang merupakan perusahaan yang telah dinyatakan oleh Mahkamah Agung sebagai perusahaan yang kegiatannya akan merusak lingkungan. Hingga saat ini, Semen Indonesia masih terlihat mengakali agar pabrik semen di Rembang bisa tetap beroperasi. Ini adalah bentuk ketidakpatuhan korporasi terhadap putusan lembaga pengadilan tertinggi di Negeri ini.
Kami menyadari bahwa cukup banyak dana yang digelontorkan untuk proyek pembangunan pabrik di Rembang, tapi hal itu tentu jauh lebih kecil dibanding kerusakan lingkungan yang akan diciptakan oleh kegiatan indsustri nantinya. Selain itu, hal ini harusnya menjadi pembelajaran bagi manajemen perusahaan serta otoritas pemberi izin untuk lebih matang dalam mempersiapkan kegiatan usaha, dan yang terpenting : bersetia pada fakta.
Dengan demikian, kami menghimbau agar Undip dapat selektif dalam mengadakan kegiatan baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus. Karena akan ada potensi masyarakat kecil menjadi berduka saat Undip tidak cukup jernih dalam melihat persoalan untuk kemudian diangkat sebagai sebuah agenda. Lantaran posisi Undip yang cukup strategis, Undip harusnya lebih memperhatikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang telah disusahkan hidupnya lantaran segelintir kecil orang menguasai terlalu banyak sumber daya.
Undip harus membuktikan dapat menjadi salah satu lokomotif perubahan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berlanjut, bukan yang sifatnya sementara. Terakhir, posisi strategis Undip tentu akan menjadi pedang bermata dua : akan menyayat ketidakadilan atau melukai masyarakat kecil.
Semarang, 29 November 2016
Narahubung :
Ivan Wagner (081225767492)
Rizky Putra Edry (082386807165)