foto:suaradewata.com |
Jam 07.30 mataku sedikit melek kaget ndenger HP bergetar keras di samping kupingku, seketika aku matikan getarannya dan aku tidur lagi. Jam 08.30 aku bangun trus aku buka pesan singkat di HP ku ternyata ada SMS dari seorang pejabat kampus. Aku langsung merasa terhormat dan terharu. Mahasiswa bangkotan kayak gini ternyata di SMS sama pejabat juga. Alhamdulillah….
Aku baca langsung apa isi SMS itu, eh ternyata bapak pejabat itu Cuma mau bilang “mas, tolong adek-adekmu dijaga.” Semakin merasa terhormatlah aku. Gimana enggak coba, aku yang selama ini jarang kekampus itu dan kuliah lagi di kampus lain ternyata dikasih amanat yang besar dari seorang pejabat di sebuah kampus besar yang dulu pernah aku tinggali. Beneran, dulu aku tinggal di dalem kampus itu selama dua tahun. Layaknya tempat tinggal ya segala keperluan dan aktifitas harianku di kampus itu. Nyci baju, masak, makan, tidur, dan segala macam aktifitas dari yang paling sopan sampe yang paling kurang ajar pernah aku lakukan di kampus itu.
Hatiku semakin berdebar tatkala ada pejabat lain yang dengan sangat berwibawa menghubungi aku. Beliau dengan tegas bilang “mas, jangan sampe adek-adekmu aksi di kampus ya.” Jawabku singkat, “OK, Pak.” Harapanku biar aku dianggap nurut sama beliau dan bisa mengontrol adek-adek. Kalo udah dianggap seperti itu, biasanya kita dianakemaskan dan dapet fasilitas yang memuaskan. Eh, tapi tiba-tiba aku tertegun, teringat satu hal, aku udah gak kuliah di kampus besar itu lagi..heuheuheu…
Beberapa saat kemudian aku pamer sama temen-temen, “nih, aku dihubungi pejabat kampus, keren kan…” terus temen-temenku mbaca SMS pejabat itu. Mereka malah cekikikan dengan roman-roman wajah yang gak mengenakkan. Aku coba menerka-nerka, kenapa mereka ketawa kayak gitu? Kelihatannya mereka geli melihat SMS ku sama pejabat itu…
Teman-temanku meruntutkan urutan SMSku dengan pejabat itu dan kemudian muncullah satu kesimpulan. Kata mereka aku itu dianggap sebagai dalang dalam rencana aksi di kampus itu. Alamak…!!! “begitukah…??’” aku coba mempertanyakan ini. “coba kamu baca sendiri…” begitu teman-temanku bilang.”
Kubaca runtutan SMS itu, aku belum yakin. Kemudian aku telepon pejabat yang bersangkutan ternyata dia bilang “udahlah mas, jangan pura-pura, saya tahu sampean ada di belakang semua kekacauan ini…”
Aku pikir ini sebuah fitnah, karena aku gak pernah merencanakan sesuatu yang negatif ataupun sesuatu yang mengacaukan stabilitas di kampus besar itu. Gimana saya mau mengacaukan, emangnya saya ini siapa. Saya hanya mahasiswa yang tak pernah selesai di kampus itu lalu pindah kekampus lain.
Ada yang bilang saya ini dendam sama kampus itu. Aduh dek… saya ini orang beriman dan pernah mondok, saya juga tahu kalo dendam itu dosa dan gak bakal menyelesaikan masalah. Ada yang bilang saya punya kepentingan, kepentingan macam apa emangnya? Kalo toh iya, keuntungan apa yang saya dapat dari kekacauan ini.
Soal kekacauan. Apa betul begitu?
Saya sengaja datang kekampus, ternyata tidak terjadi apa-apa. Saya bilang sama pejabat itu “pak, kampus aman-aman aja nih pak. Sesuai dengan rencana”.
“rencana apa emangnya?” bentak pejabat itu.
“rencana buat menyuarakan turunkan harga UKT biar orang-orang kurang mampu bisa bayar kuliah dengan tenang.” Aku bilang begitu
Lalu pejabat itu membentak lagi “ah… kamu ini gak tahu apa-apa mas.”
Ku jawab “gimana kita tahu pak, bapak aja gak pernah ngajak kita diskusi, atau minimal ngasih rumus penghitungan UKT lah.”
“dasar kamu kurang ajar, kamu pasti provokatornya.” Begitu katanya.
Gila betul, ternyata bapak pejabat yang bergelar profesor itu sudah memberikan gelar provokator kepada saya.
“Ya sudahlah, kita sama-sama prof pak…” saya jadi merasa ini kado terindah dan sebuah kehormatan buat saya…
Saya berfikir, ternyata begini rasanya jika saya seorang aktifis. Saya itu sering nonton berita-berita demo di TV, saya juga punya temen seorang demonstran. Setiap saat kalo ada aksi demo, yang dicari pasti provokatornya. Temen saya ini, dengan bangga ditangkep polisi, apalagi dengan gelar provokator.
Ada satu teman lagi, dia seorang pegiat sejarah 65. Dia diburu oleh intelejen Polda dan Kodam. Nah, gara-gara itu temen saya ini jadi terkenal dan banyak ngisi acara di mana-mana.
Luar biasa bung dikasih gelar provokator tu. Setingkat di atas profesor lah.
Maka dari itu, berbanggalah para aktifis yang sudah digelari provokator. Itu kado terindah buat kalian.