SemarNews.com , Semarang – Mahasiswa Nahdlatul Ulama yang tergabung dalam Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi (PKPT) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) disebut berperan dalam membantu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dalam menangkal paham radikal yang menyasar mahasiswa.
Hal tersebut menjadi topik dalam perbincangan Ngopi Santai bersama PW IPNU-IPPNU Jateng, PKC PMII Jateng dan KMNU Jateng di Cafe Tali Jagad, kompleks halaman belakang PWNU Jawa Tengah Jalan dr. Cipto 180 Kota Semarang, Kamis (187/2019) malam.
Beberapa oganisasi kader NU tersebut dalam perkembangannya memang menarik, hal ini tak lepas dari posisi IPNU dan IPPNU sebagai badan otonom (Banom) NU yang berbasis pelajar, sementara PMII sebagai organisasi berhaluan NU yang dengan segmentasi mahasiswa, dan belakangan ini muncul organisasi baru bernama Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pimpinan Wilayah (PW) IPPNU Jateng, Sri Nur Ainingsih mengemukakan pendapatnya tentang pentingnya menjalankan organisasi yang efektif. “Menjalankan organisasi secara efektif. Ini yang menjadi PR bagi kita semua sebagai kader NU dalam menjalankan organisasi,” katanya.
Ia menjelaskan, IPPNU Jateng mengutamakan kerjasama atau bersinergi dengan PMII, KMNU dalam mengembangkan organisasi. Karenanya ia berharap kader NU yang tercecer di berbagai organisasi tersebut dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga mengerti waktunya untuk memperdebatkan persamaan segmentasi kader, dan bergerak bersama dalam memperjuangkan NU.
Menyikapi hal tersebut, Sekretaris PWNU Jateng, KH Hudallah Ridlwan mengingatkan bahwa perbedaan dari seluruh elemen oragnisasi tersebut bukan hal yang krusial. Secara teknis hal tersebut memang menjadi persoalan yang harus dipecahkan. Namun demikian, ia menegaskan perlunya bersikap bahwa perbedaan organisasi keNUan tersebut jangan melalaikan dari tujuan KH Hasyim Asy’ari dalam mendirikan NU.
Gus Huda, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa pendiri NU, KH Hasyim Asyari menjamin orang yang bersedia merawat NU, bukan menjadi pengurus NU. Lebih lanjut dia menandaskan bahwa wilayah gerakan pergerakan NU berada di akar rumput, yakni merawat nahdliyyin (warga NU,red).
“Yang dijamin Hadratusy Syaikh itu bukan berarti harus menjadi pengurus NU, tapi yang mau mengurus NU,” tandasnya.
Gus Huda kembali menegaskan bahwa perbedaan tersebut harus berakar pada satu kesadaran, yakni tugas dalam merawat NU. “Siapa pun kalian, kalian adalah murid Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Kita adalah Nahdlatul Ulama,” tegasnya.
Menegaskan hal senada, ketua PWNU Jawa Tengah, KH. Mohamad Muzammil menyatakan bahwa perbedaan tersebut harus disikapi dengan kesadaran tentang keNUan sebagaimana tali jagad dalam lambang NU. “Semuanya kader NU dan sudah semestinya bergerak bersama dalam koridor NU,” tegasnya. (HQ)
—————