Secara sederhana, sejarah perempuan adalah sejarah penindasan. Betapa tidak, sejak masa yang silam, di berbagai negara belahan dunia, dalam berbagai agama yang berbeda, perempuan ditempatkan pada posisi yang rendah. Penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan sepertinya terus berlanjut hingga zaman kontemporer. Problem kemudian adalah apakah teks al-Qur’an maupun teks hadis yang memberikan jastifikasi atau hanya karena tafsiran ulama? Menurut Nasr Hamid Abu Zayd bahwa menafsirkan al-Qur’an memerlukan pembacaan kontekstual, ia mencontohkan tiga level konteks; pertama, konteks runut pewahyuan (siyaq tartibal-nuzul) memadukan antara dimensi historis dan kronologis dalam proses penafsiran. Kedua, konteks narasi (al-siyaq al-sard) yaitu konteks yang lebih luas meliputi apa yang dianggap sebagai perintah atau larangan syara, seperti yang disampaikan dalam bentuk kisah. Ketiga, struktur linguistik (al-tarkib al-lugawi) yaitu level lebih kompleks dari sekadar struktur gramatikal (al-tarkib al-nahwi).[1]
Dalam tulisan ini, penulis akan membicarakan perempuan dalam perspektif al-Qur’an. Al-Qur’an menyajikan topik perempuan dalam banyak ayat dan berbagai surat. Namun, yang paling banyak adalah dalam surat al-Nisa>’ sehingga sering dinamakan al-nisa>’ al-kubra>. Penanaman ini dimaksudkan untuk membedakannya dengan surat lain yang juga menyajikan sebagian masalah perempuan, yaitu surat al- T|ala>q, yang sering dinamakan al-nisa>’ al-s}ugra>. Meskipun al-Qur’an adalah kitab suci yang kebenarannya abadi, namun penafsirannya tidak bisa dihindari sebagai suatu yang relatif. Perkembangan historis berbagai mazhab kalam, fikih, dan tasawuf merupakan bukti positif tentang relativitas penghayatan keagamaan umat Islam. Pada suatu kurun, kadar intelektualitas menjadi dominan. Pada kurun lainnya, kadar emosionalitas menjadi menonjol. Itulah sebabnya persepsi tentang perempuan di kalangan umat Islam, khususnya dalam diri mufasir selalu berubah-ubah dari zaman ke zaman.
[1] M. Arfan Muammar dkk. Studi Islam Perspektif Inseder atau Outsider(Cet.1: Yogyakarta IRCiSoD, 2012), hal. 209