Semasa kecil kita di besarkan dengan hamparan cita-cita, bagi yang pernah mengalaminya, dia pasti punya mengalaman bagaimana rasanya terus-menerus menatap langit, berharap bisa terbang dan menggapainya. hingga di sebuah persimpangan, kenyataan mengetuk kepalanya keras-keras saat yang ia genggam justeru penolakan, kegagalan, rasa malu, kekecewaan, jerih payah yang tak terbayar yang pada akhirnya menylut rasa putus asa…
Dalam sekejap cita-cita “gulung tikar” kemudian dibuang. Sebagai gantinya, ia menatap hari esok dengan amarah “dunia sudah banyak berjajnji kepada kita, tapi tak satupun di tepati.” Ia merasa di lahirkan sebagai pemenang tapi menjalani hidup layaknya pecundang. “REALISTIS” itu yang ada di pikirannya, seolah hidup tak ada tujuan, tidak bunuh diri saja sudah bersyukur….
Begitulah, cita-cita datang tanpa permisi dan pergi tanpa pamitan. Dan tanpa di sadari masa depan telah terlewat di belakang dan ‘ujug-ujug’ kita sudah menjadi tua, tersudut renta. Tersia-sia di pelataran menunggu tamu sang algojo pencabut nyawa IZRAIL. Hingga detik terakhir menjelang, iapun masih tergagap menyesuaikan diri dengan kenyataan….
Di tengah kegalauan yang menimpa, tiba-tiba dalam sekejap seluruh rekaman hidupnya hadir dalam satu kedipan mata. Ya, sekejap dan berlalu begitu saja, seperti halaman cerita yang membalik karena tertiup angin. Segala kenangan, imajinasi, mimpi, cita-cita dan harapan kembali mendesak. Dia teringat di masa kecilnya yang selalu membayangkan keajaiban. Dia ingin kembali, dia sekarang sadar bahwa tidak ada yang pasti dengan harapan, karena tidak ada yang tetap dalam hidup…
Dia sadar, semua akan datang dan pergi hingga akhirnya tinggal ia sendiri, diam, sekedar bernafas untuk kemudian menghilang oleh pekatnya ketiadaan. Dia hanya ingin “dilahirkan kembali” untuk menuntaskan hal yang belum di selesaikan. Membanggakan dan membahagiakan kedua orang tua sebelum mereka tiada…
Bahkan dengan jantan dia ingin kembali kedalam kenyataan yang begitu kompetitif, letih, penat, penuh dengan frustasi, depresi, berhadapan dengan segala macam kritik yang terkadang menciutkan nyali. Dia ingin menantang kehidupan, sekarang dia terlahir kembali sebagai seorang kesatria…
Cita-cita dan keputus-asaan yang pernah dia alami, hilang sudah….