luluksofijati.weebly.com |
Bumi ini semakin panas, bagai air semakin deras, kehidupanpun semakin bebas, kebebasanpun tidak terbatas
Ya begitulah potongan awal lirik lagu dangdut yang dipopulerkan oleh Cucu Cahyati, penyanyi dangdut yang jaman segitu masih semlohai nan aduhai… msyawooh.
Ah pemirsa, yang mau kita omongin intinya lagu itu. Kalo soal kecantikan dan kesemokan penyanyinya, biarin aja gentayangan di pikiran kita masing-masing…
Lagu ini dibuka dengan lantunan bumi yang semakin panas, tapi kok rimanya bagai air yang semakin deras ya, gak nyambung banget. Ah udah, gak usah dipikirin dalem-dalem. Bumi emang beneran makin panas, mayoritas penelitian bidang fisika lingkungan bilangnya gitu, karena ada peningkatan suhu udara yang disebabin oleh industrialisasi yang hampir menyelimuti 80% daratan bumi sehingga mengganggu stabilitas ozon (dinding udara).
Tapi pemirsa, yang bener-bener bikin bumi ini panas adalah hiruk-pikuk dialektika opini manusia yang menduduki bumi. Setali tiga uang, benturan antar opini itu sulit dipertemukan dalam satu ruang yang memadai. Sebab yang paling melandasinya adalah semakin banyaknya penduduk bumi dan semakin cepatnya arus informasi akibat teknologi yang semakin canggih.
Lalu-lintas informasi itu bisa dengan mudah membentuk polarisasi opini manusia jika si manusia penerimanya tidak bisa menyaring informasi dengan baik. Apalagi, mayoritas pemanfaat teknologi informasi adalah manusia yang lemah dalam mengelola informasi. Maka ketika ada satu isu saja yang sensitif, pasti langsung berrrr… medsos ramai dengan polemik-polemik dengan tema yang masya allah gegernya… ada yang ndebatin perceraian artis, ada yang ndebatin ahok dan rival-rivalnya jadi gubernur DKI, bahkan ada yang dengan bapernya ndobos soal Isyana Sarasvati yang ogah make Online-shop yang dia sendiri jadi bintang iklannya…
Mayoritas manusia hanya bertindak sebagai “spamer” alias tempat sampah buat informasi-informasi yang berseliweran di medsos. Mereka bukan pengolah apalagi penganalisa, jangankan nggatekke tenanan permasalahan dan mendudukkan persoalan secara jernih, lha wong mbandingin setiap info yang masuk aja ogah-ogahan. Sebagian masyarakat hanya mau menerima informasi yang sama dengan kecenderungannya sendiri. Kalo infonya gak pas, mereka anggep bid’ah, sesat, dan tapir. Yang kaya begini masih mending, walaupun Oplah-oploh nyaring infonya, mereka tetep nanggepnya dalam kerangka idealis…
Bayangin anak-anak ngehits yang sukanya buka youtube, ganool.com, lagubagus, dll yang buat ndonlod film dan lagu. Anak-anak yang Cuma nyari hal-hal yang sifatnya hiburan. Mereka salah? Enggak, yang salah paradigma yang mereka pake. Kita Cuma mengajarkan teknologi sebagai alat untuk memudahkan manusia, kita gak pernah memandang teknologi sebagai dialektika kehidupan yang harus selalu diimbangi dengan kesadaran ide dan gagasan baru.
Kita gak mungkin bisa nyegah perkembangan Teknologi, emangnya kita siapa? Presiden? Nabi? Tuhan? Kita gak bisa ngapa-ngapain ngadepin dunia yang semakin canggih ini. Kecanggihan dunia yang asalnya dari proses berpikir rasional dan logis sekarang udah mau berbalik mengendalikan manusia. Kata om foucoult “rasionalitas yang menghasilkan teknologi yang dulu kita banggakan, sekarang sudah menjadi mitos dan mengubah manusia menjadi makhluk paling primitif.” Loh kok bisa, emang kita udah semakin primitif, karena kesadaran dan akal kita sudah terkooptasi oleh kencangnya arus Teknologi-informasi. Gak percaya, silahkan tanya hatimu sendiri-sendiri, kapan kalian pernah menyaring dan menganalisa medsos yang kalian pake…??
Tapi pemirsa, masih ada harapan untuk membenahi nalar generasi muda berikutnya biar gak ngehek pas ngadepin postingan-postingan sampah di gadgetnya. Kasih mereka pendidikan metode penyaringan dan pengelolaan informasi secara benar.
Jangan biarkan generasi berikutnya mewarisi spam-spam yang udah jadi hantu, lebih serem dari hantu komunis, bahkan tante kunti aja takut ngadepin hantu spam ini..
Nah, pemirsa, kita orang awam pada dasarnya adalah spamer yang sukanya nerima informasi secara mentah-mentah (bahasa fiqihnya taqlid buta) ditambah dengan arus teknologi informasi yang semakin membanjiri nalar kita, harus segera direfresh biar gak makin memparah cara pandan kita terhadap kehidupan.
Setidaknya ketika kita nerima info, entah dari medsos ataupun gossip, jangan diterima mentah-mentah. Kalo kita gak mampu ngolah info itu, kita cuekin aja, jangan sampe berita yang gak pasti ngganggu cara berfikir kita…
(tulisan ini terinspirasi dari “Bahaya Masyarakat Spam” karya Ahmad Muqsith)