Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rasisme diartikan sebagai paham yang menganggap bahwa diri sendiri adalah ras yang paling unggul. Dalam konteks Indonesia, sikap rasis adalah sikap yang tidak dapat dibenarkan sebab, sikap rasis justru akan melukai keberagaman Indonesia.
Menolak rasisme idealnya perlu dilakukan sejak dini. Anak-anak perlu dididik dengan pendidikan yang mengedepankan toleransi. Hal ini penting dilakukan agar sejak kecil anak-anak sudah mengetahui tentang makna keberagaman.
Hanlie Muliani, M.Psi, seorang psikolog klinis mengatakan bahwa tidak ada anak-anak yang lahir dengan membawa sentimen SARA kalau tidak ditanamkan. Artinya, tidak ada anak-anak yang rasis. Tidak anak-anak yang lahir dengan membawa darah rasis. Sebab rasis adalah sikap budaya. Rasisme lahir dari lingkungan, bukan bawaan biologis.
Karenanya penting menanamkan sikap anti rasisme sejak dini agar anak-anak tidak terpengaruh dengan sikap rasis yang mungkin di dapat dari lingkungan, termasuk juga dari media sosial.
Salah satu cara yang dapat dilakukan orangtua adalah mendidik anak mengenai toleransi dan keberagaman. Beri pengertian kepada anak bahwa di luar sana ada banyak sekali orang yang berbeda dengan kita. Entah warna rambut, kulit, bahasa, etnis, gender bahkan agama. Tetapi pengertian saja tidak cukup. Anak-anak membutuhkan bukti langsung. Maka mengajak anak keluar dan melihat budaya yang berbeda dengan lingkungannya adalah tindakan yang tepat. Dengan cara ini, anak-anak akan melihat secara langsung perbedaan-perbedaan tersebut.
Tanamkan juga kepada anak sikap toleransi terhadap perbedaan-perbedaan yang dilihatnya. Kalau anak mengajukan pertanyaan terkait perbedaan yang dilihatnya, maka orangtua wajib menjawab dengan jawaban yang mengedepankan keberagaman.
Hal lain yang perlu dilakukan oleh orangtua adalah memberi nasihat kepada anak jika anak “iseng” melakukan bullying kepada teman yang, misalnya, berambut keriting. Terkadang, karena terpengaruh budaya, anak “mengejek” anak lain yang berbeda dengan dirinya. Namun dalam konteks fase perkembangan anak, anak-anak akan berada pada fase di mana dia pada tahap melakukan identifikasi terhadap sesuatu yang berbeda dengan dirinya. Jika hal tersebut terjadi maka orangtua perlu memberi pengertian dan nasihat tentang keberagaman dan toleransi.
Orang tua adalah pendidik pertama bagi anak. Anak akan meniru apa yang dilakukan orangtua. Karena itu orang tua juga perlu memberi contoh secara langsung bagaimana memperlakukan orang yang berbeda dengan kita. Jangan sampai orangtua justru memberi contoh tidak baik, misalnya mengolok orang lain karena dia gemuk, kurus atau lainnya, karena anak akan menirunya.
Ratu Elizabeth II pernah mengatakan sesuatu yang menarik tentang sikap meniru. Bagi Ratu Elizabeth II, dia belajar seperti proses belajarnya kera, yaitu dengan menyaksikan orang tua dan meniru mereka.
Berdasarkan pernyataan Ratu Elizabeth II tersebut, kita menjadi tahu betapa vitalnya pengaruh perilaku orangtua kepada anak. Sebab anak adalah peniru ulung, meniru apa pun yang dilihat atau didengarnya.
Dengan demikian, sebagai orangtua, selain menanamkan sikap moderat kepada anak, nampaknya sangat perlu memberi tauladan moderasi kepada anak. Sehingga, melalui aksi tersebut, anak-anak akan mempunyai pemahaman yang baik tentang arti kebhinekaan. Dengan pemahaman demikian, kelak ketika dewasa, anak-anak akan terhindar dari sikap rasis. Pendidikan keberagaman sejak usia dini adalah tindakan terbaik yang dapat ditanamkan kepada anak-anak dalam konteks kehidupan bernegara yang plural seperti Indonesia.
Penulis :M.Miftahur Rohman Tim KKN Saptadasa IPMAFA
Prodi: Pendidikan Bahasa Arab